JOGJA DI AMBANG KRISIS: DI BALIK PESONANYA, DARURAT SAMPAH MENGINTAI

Uncategorized

Yogyakarta atau dikenal sebagai Jogja adalah kota budaya yang memiliki status Daerah Istimewa di Indonesia. Dikenal luas sebagai pusat seni, pendidikan, dan tradisi, Jogja menjadi tempat bertemunya sejarah panjang dan semangat modernitas. Keraton Yogyakarta, candi-candi bersejarah seperti Prambanan, serta kehidupan masyarakat yang masih erat memegang nilai-nilai tradisi, menjadikan kota ini istimewa di mata wisatawan dan masyarakat Indonesia. Sebagai kota pelajar, Jogja juga menjadi pusat perkembangan ilmu dan kreativitas di Indonesia.

Di balik pesatnya perkembangan zaman, Jogja tetap memelihara keindahannya. Dari suasana tenang di pagi hari di Malioboro, senyum ramah di angkringan malam, hingga pemandangan alami di Gunung Merapi, Pantai Parangtritis, dan hijau persawahan di pinggiran kota. Semuanya membentuk pesona Jogja yang sederhana namun tak tergantikan. Jogja bukan hanya sekadar destinasi, melainkan pengalaman batin yang penuh kenangan.

Namun di tengah semua pesona itu, Jogja kini menghadapi ancaman serius yang tidak bisa lagi diabaikan yaitu Darurat Sampah. Bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya aktivitas pariwisata, dan kurangnya kesadaran kolektif telah membuat produksi sampah harian melonjak drastis. Tumpukan sampah mulai terlihat di banyak sudut kota, menodai keindahan yang selama ini dibanggakan. Bahkan, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, yang menjadi andalan pengelolaan sampah Jogja, berkali-kali dinyatakan melebihi kapasitas dan harus ditutup sementara. 

Coba Nonton Video Ini !!

Dapat kita Simpulkan dalam VT dari salah satu konten creator bernama Owen Jeremy atau biasa dikenal dengan owen, seorang sarjana lulusan Avans University of Applied Sciences, Breda di Belanda dengan jurusan Teknologi Lingkungan dan Energi Terbarukan. Bahwa kondisi darurat sampah di Jogja sejak 2023. Yang hampir tiap sekitar 700 ton sampah dihasilkan dan dibuang ke TPA Piyungan yang kini sudah penuh dan tercemar kini menyebabkan munculnya “gunung sampah” baru di berbagai titik kota, bahkan di sekitar Malioboro dan Kotabaru. Armada pengangkut dan kapasitas pengolahan tak mampu mengejar volume sampah yang terus menumpuk. Ini memicu pencemaran, kemacetan, dan masalah sosial dan kita sebagai masnyatakat yang tinggal dijogja harus memiliki kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan dan harus mulai bijak untuk mengurangi dan memilah sampah dari rumah atau kos kita.

Darurat ini bukan hanya soal kebersihan kota, tetapi juga menyangkut krisis lingkungan yang mengancam kesehatan, pariwisata, dan kualitas hidup masyarakat Jogja sendiri. Di balik keramahan dan keindahan Jogja, kini tersembunyi tantangan besar yang menuntut kesadaran, perubahan perilaku, dan tindakan nyata dari semua pihak.

Penyebab Krisis Sampah di Jogja 

Dikutip dari kumparan.com (Penulis: Laila Wan Azizah Mahasiwa Poltekkes Kemenkes, 9 Juni 2024), menyatakan bahwa Penyebab dari darurat sampah ini bermula dari keluarnya surat edaran DLHK DIY No.658/09735 yang menyatakan tentang Libur Pelayanan Sampah mulai tanggal 18 Maret hingga 20 Maret 2022 yang kemudian disusul dengan Surat Edaran tentang Penutupan Pelayanan TPA Regional Piyungan dari tanggal 23 Juli hingga 5 September 2023. Penutupan TPA Piyungan ini menyebabkan sampah-sampah menumpuk dan berceceran di sepanjang Kota Yogyakarta dan Kabupaten sekitarnya.

(Sumber : Grafik Volume Produksi Sampah Harian (Ton) di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sumber : Humas Pemda DIY, 2023)

Tumpukan sampah di TPA Piyungan yang telah mencapai ketinggian 140 meter, jauh melebihi kapasitas yang ditetapkan, Yogyakarta kini berada di bawah bayang-bayang gunungan sampah yang mengancam kualitas hidup warganya. Menurut data dari Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral, volume produksi sampah di DIY mencapai 1.366,79 ton/hari pada tahun 2020. Meskipun mengalami penurunan menjadi 1.133,34 ton/hari pada tahun 2021 dan stabil di sekitar 1.231,55 ton/hari pada tahun 2022 dan 2023, jumlah ini masih jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 yang hanya sebesar 644,69 ton/hari. Kondisi ini menyebabkan penutupan TPA secara berkala dan mengakibatkan masyarakat membuang sampah sembarangan (Dikutip dari perkim.id).

Salah satu faktor utama dari memburuknya kondisi ini adalah meningkatnya volume sampah yang tidak sebanding dengan kapasitas pengelolaan yang tersedia. Setiap hari, Jogja menghasilkan ratusan ton sampah, sementara infrastruktur pengolahan sampah seperti TPA Piyungan sudah tidak mampu lagi menampung beban tersebut. Selain itu, minimnya kesadaran masyarakat untuk memilah sampah, membuang sampah pada tempatnya, serta kurangnya penerapan prinsip reduce, reuse, recycle (3R) yang juga memperparah keadaan.

Tidak hanya itu, pertumbuhan sektor pariwisata yang masif juga menjadi penyumbang tingginya limbah, terutama di kawasan wisata populer. Ditambah dengan keterlambatan pemerintah dalam mempercepat pembangunan fasilitas pengolahan baru dan lemahnya penerapan kebijakan lingkungan, krisis ini pun semakin mengkhawatirkan kondisi jogja.

Dampak Nyata yang Terjadi

Krisis sampah ini berdampak luas, tidak hanya pada estetika kota tetapi juga pada kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Sampah yang menumpuk menjadi sumber penyakit, mencemari air tanah, dan mengganggu ekosistem sekitar. Bau menyengat dari tumpukan sampah di beberapa area membuat wisatawan merasa tidak nyaman, bahkan berpotensi menurunkan daya tarik Jogja sebagai destinasi wisata budaya. Lebih jauh lagi, masalah ini dapat memperburuk citra Jogja di mata nasional dan internasional, menempatkannya dalam posisi krisis yang mengancam kelangsungan ekonomi berbasis budaya dan pariwisata yang selama ini menjadi kekuatan utama daerah ini.

Upaya yang Sedang Dilakukan dan Tantangan yang Dihadapi

Pemerintah daerah telah berusaha mencari solusi, seperti mempercepat pembangunan fasilitas pengolahan sampah baru, memperluas sistem bank sampah, serta mengintensifkan kampanye edukasi masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah berkelanjutan. Menurut Prof. Chandra Wahyu Purnomo, dosen Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik UGM dalam sesi Sekolah Wartawan yang berlangsung di Ruang Fortakgama UGM, Rabu (29/5, dikutip dari ugm.id) mengatakan upaya yang harus dilakukan adalah dengan penanganan sampah di hulu harus diperbaiki dan menjadi prioritas. “Kita harus terus mengedukasi masyarakat agar memiliki komitmen untuk memilah sampah, kalau perlu ada sanksi sosial seperti di negara maju”. Selanjutnya yang tidak kalah penting setelah pemilahan, adalah penjadwalan pengumpulan dan pengangkutan dari sumber langsung ke unit pengolahan seperti TPS3R dan TPST, harus terinci dan sistematis agar tidak terjadi konflik kepentingan di dalamnya. “Pengelolaan sampah mandiri (PSM) juga harus diatur oleh Pemda/Pemdes sehingga bisa menghindari perselisihan dengan Bumdes, yang memang sekarang ada yang ditugaskan untuk mengelola sampah juga,” pesannya.

Teknologi pengelolaan sampah berbasis Refuse Derived Fuel (RDF) juga bisa diperhitungkan sebagai solusi untuk menghasilkan bahan bakar yang bisa digunakan untuk meminimalkan pengiriman sampah ke luar DIY, menurut Chandra. Sejumlah komunitas lokal juga aktif bergerak dalam berbagai program bersih-bersih kota dan edukasi lingkungan. Namun, upaya ini belum sepenuhnya efektif tanpa keterlibatan penuh dari masyarakat. Tantangan terbesar adalah mengubah perilaku individu: dari yang terbiasa membuang sampah sembarangan, menjadi warga yang sadar akan tanggung jawab kolektif menjaga lingkungan.

Jogja Butuh Kita Semua

Jogja bukan hanya milik pemerintah atau pelaku wisata, tetapi milik kita semua. Melihat ancaman krisis lingkungan yang semakin nyata, saatnya kita berhenti menjadi bagian dari masalah dan mulai menjadi bagian dari solusi. Setiap tindakan kecil seperti mengurangi penggunaan plastik, membiasakan memilah sampah, dan berpartisipasi dalam program lingkungan adalah kontribusi nyata untuk menyelamatkan wajah Jogja yang kita cintai.

Di balik pesonanya yang abadi, Jogja kini memanggil kita untuk bertindak. Karena menjaga Jogja berarti menjaga warisan, masa depan, dan identitas kita sebagai bangsa.

20 thoughts on “JOGJA DI AMBANG KRISIS: DI BALIK PESONANYA, DARURAT SAMPAH MENGINTAI

  1. Perlu cepat ditangani masalah sampah dijogja ini, kalau tidak kemungkinan bakal jadi tempat yang tidak nyaman lagi bagi turis2 dan orang yang berlibur sehingga akan menurunkan sektor pariwisata. Semoga teknologi yang disarankan Prof. Chandra dapat terlaksana. Kita juga sebagai masyarakat dan pelajar dijogja ini harus punya kepekaan dan kesadaran diri untuk tidak membuang sampah sembarangan dan memilah sampah berdasarkan jenis sampahnya.

    1. Benar sekali, masalah sampah di jogja memang sudah menjadi masalah serius,Terkadang sampah menumpuk di rumah2 dan kos-kosan akibat Bank sampah yg membludak. Jika tidak cepat ditangani ini akan berdampak pada kesehatan dan lingkungan sekitar.

  2. Miris banget lihat Jogja yang penuh pesona tapi sekarang harus bergelut sama krisis sampah. Harusnya ini jadi alarm buat kita semua buat lebih peduli dan mulai dari hal kecil kayak pilah sampah di rumah.

  3. Menurut saya ya pentingnya kesadaran diri kita, tntng pengolahan sampah/membuang sampah di tempat yg sudah di sediakan oleh Pemkot, ya dimanapun kita tinggal haruslah punya kesadaran diri supaya tidak membuang sampah sembarangan, karena itu akan berdampak pada lingkungan hidup kita

  4. Keterlibatan masyarakat yang masih minim
    Banyak warga belum sadar akan pentingnya pemilahan dan pengurangan sampah. Ini menunjukkan perlunya pendekatan edukasi dan partisipasi warga secara masif dan berkelanjutan.

  5. Betul, sebagai mahasiswa jogja yg sudah hampir 3 tahun hidup di Jogja saya turut prihatin tentang permasalahan sampah yang ada di Jogja yg sulit di atasi, artikel ini menurut saya sangat relate semoga selalu bermanfaat

  6. baguss ni informasinya, edukatif dan jadi makin sadar kalo kebersihan bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan dinas terkait, tetapi butuh kesadaran kita semua,

  7. Masalah sampah di Jogja ini memang harus cepat-cepat ditangani. Soalnya kalau terus dibiarkan, bisa bikin Jogja jadi tempat yang kurang nyaman buat wisatawan dan orang-orang yang mau liburan. Ujung-ujungnya bisa ngaruh ke sektor pariwisata yang selama ini jadi andalan Jogja. Harapannya, teknologi pengolahan sampah yang disarankan Prof. Chandra bisa benar-benar diterapkan dan jadi solusi jangka panjang. Tapi nggak cukup cuma dari pemerintah aja—kita sebagai masyarakat, apalagi sebagai pelajar yang tinggal dan belajar di Jogja, juga harus punya kesadaran buat ikut jaga lingkungan. Mulai dari hal kecil kayak nggak buang sampah sembarangan, belajar memilah sampah sesuai jenisnya, dan ikut program-program bersih lingkungan. Karena Jogja ini rumah kita juga.

  8. Tulisan ini sangat membuka mata! Selama ini Jogja selalu dikenal karena keindahan budaya dan keramahan warganya, tapi jarang disorot soal krisis lingkungan yang sedang mengintai. Semoga dengan ada tulisan seperti ini, semakin banyak orang, bukan hanya pemerintah, tapi masyarakat yang sadar dan ikut menjaga kebersihan Jogja.

  9. Sampah emang bener2 jadi masalah apalagi kalo udh numpuk banyak bgt. Bukan cuma baunya tapi juga mengancam kesehatan dari bakteri yang lalat2 bawa dari sampah itu sendiri. Kesadaran diri emg perlu bgt buat ngurangin dampak dari banyaknya sampah yang udh ada (terutama sampah plastik yang susah terurai) kaya nerapin 3R (Reuse, Reduce, Recycle). Karena ya kita tau sendiri Yogyakarta ga cuma terkenal karena pariwisatanya tapi juga terkenal karena kota pelajar. Makanya kita para pelajar perlu mengajak warga & publik untuk menyadari pentingnya mengelola sampah dengan baik.

  10. Sampah emang bener2 jadi masalah apalagi kalo udh numpuk banyak bgt. Bukan cuma baunya tapi juga mengancam kesehatan dari bakteri yang lalat2 bawa dari sampah itu sendiri. Kesadaran diri emg perlu bgt buat ngurangin dampak dari banyaknya sampah yang udh ada (terutama sampah plastik yang susah terurai) kaya nerapin 3R (Reuse, Reduce, Recycle). Karena ya kita tau sendiri Yogyakarta ga cuma terkenal karena pariwisatanya tapi juga terkenal karena kota pelajar. Makanya kita para pelajar perlu mengajak warga & publik untuk menyadari pentingnya mengelola sampah dengan baik.

  11. separah itu ya masalah kebersihan di Jogja. ini bukan cuma tanggung jawab pemerintah, tapi masyarakat nya juga. semoga masalah ini cepat teratasi ya

  12. Makin kesini emang masalah sampah di Jogja belum sepenuhnya teratasi, masih banyak yg perlu di evaluasi terkait kesadaran dari masyarakat maupun pemerintah nya, lebih baik kita mulai dari diri sendiri untuk mengelola sampah nya dengan baik dan benar, semoga masalah sampah ini segera teratasi ya, btw blog nya bagus bgt⭐️⭐️⭐️

  13. Sebagai mahasiswa yang tinggal di Jogja, jujur aku ngerasa makin lama sampah di kota ini makin nggak terkendali. Setiap hari pasti lihat tumpukan sampah di pinggir jalan atau depan kos. Padahal Jogja tuh kota yang terkenal nyaman dan bersih, tapi sekarang malah terancam krisis. Penutupan TPA Piyungan harusnya bikin kita semua sadar, nggak cuma nunggu solusi dari pemerintah, tapi juga mulai dari diri sendiri.

Tinggalkan Balasan ke Lora Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *