DARI MERAPI KE PANTAI SELATAN: POTRET PEMANFAATAN SDA MASYARAKAT JOGJA

Uncategorized

Yogyakarta tidak hanya dikenal sebagai kota budaya dan pendidikan, tetapi juga menyimpan kekayaan sumber daya alam (SDA) yang luar biasa. Dari lereng Gunung Merapi yang subur hingga pantai-pantai eksotis di selatan, masyarakat Yogyakarta telah lama hidup berdampingan dan memanfaatkan kekayaan alam ini dengan kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun.

Lereng Merapi: Kesuburan yang Tak Pernah Habis

Di kawasan lereng Merapi, tepatnya di Kecamatan Cangkringan dan Pakem, masyarakat memanfaatkan abu vulkanik yang secara alami menyuburkan tanah. Pertanian menjadi sumber penghidupan utama. Komoditas seperti sayuran, salak pondoh, dan kopi tumbuh subur di tanah ini.

Pak Joko Sumarno (55), petani asal Desa Umbulharjo, menceritakan bagaimana keluarganya telah bertani selama tiga generasi. “Abu Merapi memang seringkali jadi ancaman, tapi juga jadi anugerah. Setelah erupsi, tanah kami makin subur. Kami tanami salak pondoh dan hasilnya melimpah,” ujarnya.

Selain pertanian, bebatuan sisa erupsi seperti pasir dan batu kali juga dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Pengambilan material ini diatur oleh pemerintah daerah untuk menjaga kelestarian alam. Warga sekitar diberdayakan dalam koperasi penambangan rakyat agar hasil ekonomi dapat dinikmati bersama.

Pesisir Selatan: Sumber Daya Laut dan Wisata Bahari

Bergeser ke selatan, di wilayah pesisir seperti Gunungkidul, masyarakat menggantungkan hidup dari laut dan pariwisata. Pantai Baron, Kukup, hingga Pantai Drini menjadi sumber mata pencaharian bagi nelayan dan pelaku usaha wisata.

Nelayan seperti Bu Jumirah (43) dari Pantai Baron mengungkapkan bahwa hasil tangkapan ikan seperti kakap, cumi-cumi, dan lobster menjadi komoditas unggulan. “Musim ombak tenang seperti sekarang, kami bisa dapat 10 kilogram ikan per hari. Tapi harus tetap menjaga laut agar bersih dan tidak rusak,” katanya.

Di sisi lain, pemuda desa mulai bergerak di sektor pariwisata. Homestay, jasa sewa motor, hingga pemandu wisata menjadi sumber ekonomi baru. Pemerintah desa bekerja sama dengan Dinas Pariwisata DIY dan LSM lokal membina masyarakat agar mampu mengelola wisata berkelanjutan.

Pengelolaan Air dan Energi Alternatif

Sumber daya air juga dimanfaatkan dengan bijak. Di daerah Imogiri, Bantul, masyarakat mengembangkan sistem irigasi tradisional “pengging” yang mengalirkan air dari mata air ke sawah-sawah mereka. Selain itu, beberapa komunitas di Kulon Progo mulai menggunakan panel surya sebagai sumber energi alternatif.

Program pengembangan energi terbarukan ini didukung oleh inisiatif warga dan mahasiswa UGM yang mendampingi masyarakat dalam pelatihan dan pemasangan instalasi. “Kami ingin mandiri secara energi. Panel surya ini membantu menekan biaya listrik dan ramah lingkungan,” jelas Siti Mardiyah, Ketua Kelompok Tani Energi Mandiri.

Tantangan dan Harapan

Meski pemanfaatan SDA di Yogyakarta cukup beragam, tantangan tetap ada. Alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman, over eksploitasi sumber daya, dan perubahan iklim menjadi ancaman serius. Dibutuhkan sinergi antara masyarakat, pemerintah, dan akademisi untuk menciptakan pola pemanfaatan yang adil dan berkelanjutan.

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) terus mendorong program desa mandiri energi, pertanian organik, dan pelestarian kawasan pesisir. “Sumber daya alam harus dimanfaatkan dengan arif, bukan dieksploitasi. Edukasi dan penguatan masyarakat lokal adalah kunci,” kata Ir. Rini Wahyuni, M.Eng, Kepala DLHK DIY.

Penutup

Dari lereng Merapi yang subur hingga pesisir selatan yang kaya hasil laut, masyarakat Jogja menunjukkan bahwa pemanfaatan sumber daya alam tidak selalu berarti eksploitasi. Dengan kearifan lokal dan semangat gotong royong, mereka berupaya menjaga alam sambil tetap mendapatkan manfaat ekonomi. Inilah potret Jogja: harmoni antara manusia dan alam yang terus dijaga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *